Selasa, 09 Maret 2010

KELINGKING


Alkisah tentang seorang raja perkasa yang hobi berburu. Selagi
berburu, kudanya meringkik sembari mengangkat kaki ke atas. Raja
kaget, lalu terpelanting. Kelingkingnya putus. Raja marah. ''Sudahlah
Paduka. Kalau kena musibah, mbok bersyukur saja,'' ujar seorang
penasihatnya.

Raja bukannya luluh malah tambah murka. Dengan lantang
berteriak : 'Penjarakan penasihat goblok ini!' Para pengawal yang
selalu sendiko dawuh, tabu untuk membantah, melaksanakan perintah
itu. Sang penasihat pun dijebloskan ke bui.

Lima tahun kemudian, kala berburu, raja ini ditangkap suku primitif.
Pria gagah berkulit putih mulus ini akan dipersembahkan pada dewa.
Hanya saja, setelah diteliti, lho, kelingkingnya terpotong. Cacat.
Terpaksa diafkir. Sebagai pengganti, pengawalnya yang tidak cacat
dijadikan korban. Pengawal itu dieksekusi, dan rajanya dipulangkan.

Setelah itu raja menyadari kekhilafannya. Penasihat yang dulu dibui
itu pun dilepaskan. ''Ananda memang harus bersyukur tidak memiliki
kelingking,'' kata Raja, mengakui kesalahannya. Ternyata, sang
penasihat pun bersyukur, ''Kalau saja saya tidak dipenjarakan oleh
Paduka, mungkin, hamba sudah menggantikan Paduka sebagai tumbal.''
(WY)

Ketika kami tak cocok lagi

Suami saya adalah seorang insinyur, saya mencintai sifatnya yang
alami dan saya menyukai perasaan yang hangat yang muncul ketika saya
bersender di bahunya yang bidang. Tiga tahun dalam masa kenalan dan
bercumbu, sampai sekarang, dua tahun dalam masa pernikahan, harus
saya akui, saya mulai merasa lelah dengan semua itu.

Alasan saya mencintainya pada waktu dulu, telah berubah menjadi
sesuatu yang melelahkan. Saya seorang wanita yang
sentimentil dan benar-benar sensitif serta berperasaan halus. Saya
merindukan saat-saat romantis seperti seorang anak
kecil yang menginginkan permen. Dan suami saya bertolak belakang
dari saya, rasa sensitifnya kurang, dan ketidakmampuannya untuk
menciptakan suasana yang romantis di dalam pernikahan kami telah
mematahkan harapan saya
tentang cinta.

Suatu hari, akhirnya saya memutuskan untuk mengatakan keputusan saya
kepadanya. Saya menginginkan perceraian.

"Mengapa?" dia bertanya dengan terkejut.

"Saya lelah. Terlalu banyak alasan yang ada di dunia ini," jawab saya.

Dia terdiam dan termenung sepanjang malam dengan rokok yang tidak
putus-putusnya. Kekecewaan saya semakin bertambah. Seorang pria yang
bahkan tidak dapat mengekspresikan perasaannya, apalagi yang saya
bisa harapkan darinya? Dan akhirnya dia bertanya, "Apa yang dapat
saya lakukan untuk mengubah pikiranmu?"

Seseorang berkata, mengubah kepribadian orang lain sangatlah sulit,
dan itu benar. Saya pikir, saya mulai kehilangan kepercayaan bahwa
saya bisa mengubah pribadinya. Saya menatap dalam-dalam matanya dan
menjawab dengan pelan,
"Saya punya pertanyaan untukmu. Jika kamu dapat menemukan jawabannya
yang ada di dalam hati saya, mungkin saya akan mengubah pikiran.
Seandainya, katakanlah saya menyukai setangkai bunga yang ada di
tebing gunung, dan kita berdua tahu, jika kamu memanjat gunung itu,
kamu akan mati. Apakah kamu akan melakukannya untuk saya?"

Dia berkata, "Saya akan memberikan jawabannya besok."

Hati saya langsung gundah mendengar responnya. Keesokan paginya, dia
tidak ada di rumah, dan saya melihat selembar kertas dengan coret-
coretan tangannya, di bawah sebuah gelas yang berisi susu hangat,
yang bertuliskan:

"Sayang, Saya tidak akan mengambil bunga itu untukmu. Tetapi izinkan
saya untuk menjelaskan alasannya."

Kalimat pertama ini menghancurkan hati saya. Saya mencoba untuk kuat
melanjutkan membacanya kembali...

"Kamu hanya bisa mengetik di komputer dan selalu mengacaukan program
di PC-nya dan akhirnya menangis di depan monitor. Lalu saya harus
memberikan jari-jari saya untuk memperbaiki programnya.

"Kamu selalu lupa membawa kunci rumah ketika kamu keluar rumah, dan
saya harus memberikan kaki saya supaya bisa masuk mendobrak rumah,
membukakan pintu untukmu.

"Kamu suka jalan-jalan ke luar kota tetapi selalu nyasar di tempat-
tempat baru yang kamu kunjungi: saya harus memberikan mata untuk
mengarahkanmu.

"Kamu selalu pegal-pegal pada waktu 'tamu' kamu datang setiap
bulannya: saya harus memberikan tangan saya untuk memijat
kakimu yang pegal.

"Kamu senang diam di dalam rumah, dan saya kuatir kamu akan
jadi 'aneh'. Lalu saya harus memberikan mulut saya untuk
menceritakan lelucon dan cerita-cerita untuk menyembuhkan kebosananmu.

"Kamu selalu menatap komputer dan itu tidak baik untuk kesehatan
matamu. Saya harus menjaga mata saya sehingga ketika nanti kita tua,
saya masih dapat menolong mengguntingkan kukumu dan mencabuti ubanmu.
Saya akan memegang tanganmu, menelusuri pantai, menikmati sinar
matahari dan pasir yang indah. Menceritakan warna-warna
bunga kepadamu yang bersinar seperti wajah cantikmu....

"Juga sayangku, saya begitu yakin ada banyak orang yang mencintaimu
lebih dari cara saya mencintaimu. Tapi saya tidak
akan mengambil bunga itu lalu mati...."

Air mata saya jatuh ke atas tulisannya dan membuat tintanya menjadi
kabur dan saya membaca kembali...

"Dan sekarang sayangku, kamu telah selesai membaca jawaban saya. Jika
kamu puas dengan semua jawaban ini, tolong bukakan pintu rumah kita,
saya sekarang sedang berdiri di sana dengan susu segar dan roti
kesukaanmu...."

Saya segera membuka pintu dan melihat wajahnya yang dulu sangat saya
cintai. Dia begitu penasaran sambil tangannya memegang susu dan
roti. Saya tidak kuat lagi dan langsung memeluknya dan rebah di
bahunya yang bidang sambil menangis.... (SM)

Selasa, 02 Maret 2010

1 DOLLAR 11 SEN

Sally baru berumur delapan tahun ketika dia mendengar ibu dan ayahnya
sedang berbicara mengenai adik lelakinya, Georgi. Ia sedang menderita
sakit yang parah dan mereka telah melakukan apapun yang bisa mereka
lakukan untuk menyelamatkan jiwanya. Hanya operasi yang sangat mahal
yang sekarang bisa menyelamatkan jiwa Georgi... tapi mereka tidak
punya biaya untuk itu.

Sally mendengar ayahnya berbisik, "Hanya keajaiban yang bisa
menyelamatkannya sekarang."

Sally pergi ke tempat tidur dan mengambil celengan dari tempat
persembunyiannya. Lalu dikeluarkannya semua isi celengan tersebut ke
lantai dan menghitung secara cermat...tiga kali. Nilainya harus benar-
benar tepat.

Dengan membawa uang tersebut, Sally menyelinap keluar dan pergi ke
toko obat di sudut jalan. Ia menunggu dengan sabar sampai sang
apoteker memberi perhatian... tapi dia terlalu sibuk dengan orang
lain untuk diganggu oleh seorang anak berusia delapan tahun. Sally
berusaha menarik perhatian dengan menggoyang-goyangkan kakinya, tapi
gagal.

Akhirnya dia mengambil uang koin dan melemparkannya ke kaca etalase.
Berhasil !

"Apa yang kamu perlukan ?" tanya apoteker tersebut dengan suara
marah. "Saya sedang berbicara dengan saudara saya."

"Tapi, saya ingin berbicara kepadamu mengenai adik saya," Sally
menjawab dengan nada yang sama. "Dia sakit...dan saya ingin membeli
keajaiban."

"Apa yang kamu katakan ?," tanya sang apoteker.

"Ayah saya mengatakan hanya keajaiban yang bisa menyelamatkan jiwanya
sekarang... jadi berapa harga keajaiban itu ?"

"Kami tidak menjual keajaiban, adik kecil. Saya tidak bisa
menolongmu."

"Dengar, saya mempunyai uang untuk membelinya. Katakan saja berapa
harganya."

Seorang pria berpakaian rapi berhenti dan bertanya, "Keajaiban jenis
apa yang dibutuhkan oleh adikmu?"

"Saya tidak tahu," jawab Sally. Air mata mulai menetes
dipipinya. "Saya hanya tahu dia sakit parah dan mama mengatakan bahwa
ia membutuhkan operasi. Tapi kedua orang tua saya tidak mampu
membayarnya... tapi saya juga mempunyai uang."

"Berapa uang yang kamu punya ?" tanya pria itu lagi.

"Satu dollar dan sebelas sen," jawab Sally dengan bangga. "dan itulah
seluruh uang yang saya miliki di dunia ini."

"Wah, kebetulan sekali," kata pria itu sambil tersenyum. "Satu dollar
dan sebelas sen... harga yang tepat untuk membeli keajaiban yang
dapat menolong adikmu". Dia Mengambil uang tersebut dan kemudian
memegang tangan Sally sambil berkata : "Bawalah saya kepada adikmu.
Saya ingin bertemu dengannya dan juga orang tuamu."

Pria itu adalah Dr. Carlton Armstrong, seorang ahli bedah
terkenal.... Operasi dilakukannya tanpa biaya dan membutuhkan waktu
yang tidak lama sebelum Georgi dapat kembali ke rumah dalam keadaan
sehat.

Kedua orang tuanya sangat bahagia mendapatkan keajaiban
tersebut. "Operasi itu," bisik ibunya, "adalah seperti keajaiban.
Saya tidak dapat membayangkan berapa harganya".

Sally tersenyum. Dia tahu secara pasti berapa harga keajaiban
tersebut...satu dollar dan sebelas sen... ditambah dengan keyakinan.

(link from Hedikin - Henlia)